30/06/13

Man of Steel abad GLOBALISASI 3

Bulan ini, para penggemar film di seluruh dunia sudah dapat menonton film Superman versi terbaru 'Man of Steel'. Bagi saya, film Superman I era Christopher Revee menjadi kenangan tersendiri. Saat seusia SD kelas I saat itu (1978), saya begitu terbawa dalam film yang begitu memainkan imajinasi. Sepulang pengalaman duduk di kursi bioskop dengan mata terbelalak menyaksikan sepak terjang tokoh berjubah merah tsb, imajinasi liar Soege kecil bocah berusia 7 tahun saat itu, membawa ke dalam pemikiran 'Seandainya manusia bisa terbang, enak sekali. Setiap saat bisa menuju tempat yang diinginkan di seluruh penjuru dunia. Setiap saat bisa segera membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan dll....."

Tentunya di saat makin beranjak dewasa, akhirnya imajinasi tersebut mulai berubah menjadi lebih realistis. Pertanyaan mulai muncul 'dalam hal apa kah kita dapat terbang dalam dunia nyata?"

Di era Globalisasi Dunia 3.0 (dimana kunci kekuatan perubahan dunia pada individu, bukan lagi pada Perusahaan seperti Globalisasi 2.0 atau pun Negara era Globalisasi 1.0), maka harusnya makin banyak dibutuhkan "Man of Steel" dalam dunia realita.
Dan musuh-musuh terbesarnya adalah:
1. Mesin penyedot "IMPIAN & IMAJINASI". Kita harus berperang terhadap musuh besar satu ini. Makin dewasa, makin banyak orang tidak mampu "TERBANG" karena tidak berani menuntaskan Impiannya. Banyak orang sekedar bermimpi, namun tidak yakin dengan kekuatan impiannya sendiri. Di sinilah pentingnya membangun impian dengan kekuatan imajinasi yang positif.


Mark MacCormack dalam bukunya “What They Don’t Teach You at Harvard Business School” bercerita tentang penelitian yang diadakan tahun 1979-1989. Pada tahun 1979 lulusan program MBA di Harvard ditanyai:
Apakah kita telah menetapkan sasaran yang jelas dan tertulis tentang masa depan?
-    Apakah kita telah membuat rencana untuk mencapainya?

Hanya 3% lulusan punya sasaran dan rencana tertulis. 13 persen punya sasaran tetapi tidak menuliskannya. Sisa 84% sama sekali tak punya sasaran jelas, kecuali menyelesaikan sekolah dan menikmati musim panas.

Sepuluh tahun kemudian, 1989, ditemukan bahwa 13 persen yang memiliki sasaran tetapi tidak menulisnya, rata-rata berpenghasilan dua kali lipat dibanding 84 persen lulusan yang tak punya kejelasan sasaran. Tetapi yang mengejutkan ialah 3% lulusan yang punya sasaran jelas dan tertulis, rata-rata berpenghasilan sepuluh kali lipat dibanding 97 persen lulusan lain. 

Sebelum kita menulis dan menetapkan sasaran impian kita, maka kita tidak pernah menikmati peluang untuk 'terbang' menuju impian indah tersebut. 
2. Mesin penyedot "KREATIVITAS"
Lihatlah di sekeliling kita. Baik rekan sekolah, rekan kuliah, rekan kerja dan lain-lain. Yakinkan bahwa kita tidak dikelilingi dengan 'Zombie-zombie' yang sekedar menjalani aktivitas, namun tidak pernah merasakan makna dan indahnya aktivitas tersebut. 

Di dunia pendidikan saat ini, masih banyak para mahasiswa yang mengambil jurusan tanpa pernah memahami keindahan karier yang mereka bisa bangun dari jurusan tersebut. Akhirnya setelah lulus, banyak dari mereka tidak mampu 'terbang' dengan baik. Bahkan cukup besar yang jadi pengangguran. 


Di dunia pekerjaan mereka lebih terkungkung dengan aturan-aturan dan Work Instruction yang ada saat ini. Jadi akhirnya banyak yang terjebak dalam rutinitas pekerjaan. Banyak yang berdebat mempertahankan suatu metode kerja yang sebenarnya bukan kebenaran yang hakiki. Sementara di dunia pekerjaan harusnya tetap tersedia begitu luasnya kesempatan dan jawaban untuk memperbaiki cara yang sudah ada. Mereka datang bekerja dan pulang kerja setiap harinya, hampir dengan sebuah cerita yang sama. Mereka menilai dirinya sudah baik, di saat mereka melakukan yang terbaik sesuai dengan standar yang ada. Jadi inilah yg disebut hanya WORK HARD.

Josh Clark, peneliti dari NASA pernah menyampaikan hasil penelitiannya bahwa hanya 2% dari orang dewasa yang kreatif, di satu sisi 98% dari anak-anak berumur 5 tahun ternyata kreatif.  Dan yang menarik seiring dengan perkembangan usia, banyak orang yang meninggalkan sisi kreativitas dalam dirinya.

Saatnya kita bersama BERMAIN dengan benar untuk dapat kembali 'terbang' sesuai dengan rencana Sang Maha Sutradara.

 Kebanyakan orang gagal dalam karier, bukan karena tidak bekerja keras. Justru mereka terlalu bekerja keras, sehingga tidak pernah mengerti caranya ‘bermain’ yang benar.